Rencana Pembangunan Terminal LNG di perairan Bali Selatan sejak awal disokong oleh produk kebijakan Gubernur Bali Wayan Koster yaitu Pergub Energi Bersih No.45 Tahun 2019. Pergub Energi Bersih sendiri isinya banyak terkait dengan rencana kemandirian Bali dalam sektor energi dan energi baru terbarukan (renewable energy) di masa depan. Pergub Energi Bersih ini kemudian menjadi kontradiktif dan sesat justru ketika dipakai oleh Pemprov. Bali sebagai “tameng” dalam ambisinya meloloskan proyek Energi Kotor Terminal LNG.
Apalagi seringkali Gubernur Bali mengkaitkan bahwa rencana pembangunan Terminal LNG untuk mencukupi kebutuhan listrik demi keberlanjutan Pariwisata Bali merupakan bagian dari implementasi Energi Bersih dan Bali Mandiri Energi. Padahal LNG sendiri adalah industri ekstraktif yang kotor, tidak ramah lingkungan, dan berbahaya. Dan yang paling jelas adalah tidak mungkin mewujudkan Bali Mandiri dalam Energi Listrik dengan penggunaan energi LNG, karena Bali sendiri sama sekali tidak punya sumberdaya lokal gas alam (Liquid Natural Gas).
Kalaupun Bali memiliki sumberdaya “Gas” yang lokal itu adalah BIOGAS dari ternak Sapi. Biogas itupun hanya cukup untuk memasak nasi dan kopi, belum bisa untuk memasok tenaga listrik ke hotel. Apakah Gubernur Bali ini bingung sendiri membedakan sumberdaya gas alam dan gas tain sampi? Atau ia memang sengaja membuat kacau dan kontradiksi tentang narasi energi bersih baru-terbarukan?
Para pembaca bisa menyimak dan menyimpulkan sendiri review tulisan tentang Pergub Energi Bersih di bawah ini, dan hubungannya dengan “kampanye” Gubernur Bali I Wayan Koster yang getol sekali menyebut LNG sebagai energi bersih dalam upayanya meloloskan proyek basah infrastruktur Terminal LNG.
Review Tentang Pergub Energi Bersih No.45/2019 dan Raperda RUED (Rencana Umum Energi Daerah) Provinsi Bali pada Tanggal 29 Juni 2020, Gubernur Bali menyerahkan draft rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Bali Tahun 2020-2050 kepada DPRD Bali untuk nantinya dapat disahkan sebagai Peraturan Daerah. Pengajuan raperda RUED ini merupakan strategi gubernur untuk lebih memperkuat keberadaan Pergub Bali No.45 Tahun 2019 Tentang Bali Energi Bersih.
Pengajuan raperda RUED ini sangat terkait dengan Pergub No.45/2019 karena pada tahun 2019 Gubernur Bali I Wayan Koster sudah mencanangkan agar Provinsi Bali sudah mulai merencanakan pembangunan dan pemanfaatan energi bersih mulai tahun 2020.
Perlu digarisbawahi bahwa pemerintah Provinsi Bali pada tahun 2019 sudah menerbitkan dua regulasi untuk upaya mewujudkan adanya pasokan energi bersih pada tahun 2022. Kedua peraturan yang saling terkait ini adalah Pergub Bali No.45/2019 Tentang Bali Energi Bersih, dan Pergub Bali No.48/2019 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai. Pergub No.45/2019 tentang Bali Energi Bersih terdiri dari 11 Bab dan 33 Pasal, dengan semangat pemenuhan semua kebutuhan energi di Bali secara mandiri dan ramah lingkungan menggunakan sumber energi baru dan terbarukan.
Yang dimaksud dengan sumber energi terbarukan dalam pergub ini adalah sinar matahari (solar energy), tenaga air, angin, panas bumi, biomassa, biogas, sampah di kota/desa, gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut, serta bahan bakar nabati cair.
Pergub No.45/2019 juga mengatur tentang pengembangan bangunan hijau, bangunan yang memiliki keseimbangan antara energi yang dihasilkan serta energi yang digunakan (zero energy building). Bangunan hijau yang akan dikembangkan adalah yang memiliki karakter tropis dan sesuai dengan arsitektur tradisional Bali. Pembangunan bangunan hijau ini akan menyasar bangunan pemeritah pusat dan daerah, serta bangunan komersial, industri, sosial dan rumah tangga dengan luas lantai lebih dari 500 meter persegi. Pemasangan PLTS Atap dan pemanfaatan teknologi surya lainnya pada bangunan-bangunan tersebut dilakukan pada tenggat waktu beragam, mulai dari 2021 hingga 2024 (sumber: Mongabay.co.id).
Gubernur Bali I Wayan Koster terlihat sangat ambisius mencanangkan Bali sebagai pionir dalam hal pembangunan energi bersih terbarukan (EBT) di Indonesia. Dalam berbagai kesempatan termasuk ketika menerbitkan Pergub Bali No.45/2019 dan pengajuan Raperda RUED ke DPRD, gubernur yang juga menjabat sebagai Ketua DPD PDIP Provinsi Bali ini menyatakan bahwa energi bersih terbarukan sangat tepat diterapkan untuk Bali. Energi bersih terbarukan bukan wacana, dan gubernur akan menjalankan rencana ini (EBT) karena cocok dengan kondisi Bali (mendukung pariwisata yang bersih, nyaman dan aman) cocok dengan masyarakat dan ekosistemnya mendukung.
Pengajuan raperda RUED oleh Gubernur Bali dimaksudkan sebagai regulasi dalam merumuskan serta menetapkan kebijakan dan strategi yang diperlukan untuk membangun sistem energi yang mandiri, berkeadilan dan berkelanjutan. Gubernur Bali juga menekankan bahwa regulasi yang dicanangkan dalam raperda RUED tersebut akan mengedepankan pemanfaatan energi bersih demi menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali.
Menurut Gubernur, Raperda RUED Provinsi Bali tersebut merupakan amanat Pasal 18 UU No.30 Tahun 2007 tentang Energi, dan Pasal 16 ayat (5) Peraturan Presiden (PP) Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Umum Energi Nasional. RUED merupakan sebuah dokumen perencanaan energi Bali tahun 2020-2050 yang mengatur penerapan dan pengelolaan energi bersih di Bali. Menurut gubernur, Raperda RUED juga bertujuan untuk mewujudkan pulau Bali yang bersih, hijau dan indah dengan membangun sistem energi bersih yang ramah lingkungan.
Pada saat pengajuan raperda RUED ke DPRD Gubernur Bali menekankan pernyataannya bahwa Provinsi Bali merupakan daerah pertama di Indonesia yang mengedepankan penggunaan energi bersih. Menurutnya, kebijakan itu diambil agar Bali menjadi daerah pertama di Indonesia yang mampu merealisasikan cita-cita mandiri energi berkelanjutan dan berkeadilan. Pihaknya mengaku secara bertahap akan meningkatkan bauran energi terbarukan, yang saat ini hanya berada di angka 0,4 persen menjadi naik ke angka 11,15 persen pada tahun 2025, dan menjadi 20,10 persen pada tahun 2050.
Menurut gubernur, kebutuhan kelistrikan di Bali sudah sangat mendesak dan perlu didesain secara terencana, sehingga harus mulai menyiapkan diri sebagai daerah yang mandiri energi. Gubernur Koster mengaku bahwa dirinya sudah menolak tawaran suplai energi dari luar daerah karena bahan energi yang disalurkan berasal dari batu bara yang dinilainya tidak sesuai dengan cita-cita Bali mewujudkan diri sebagai daerah yang mandiri energi dengan energi bersih.
Dengan adanya Perda RUED dan Pergub tentang Energi Bersih, serta Pergub tentang Penggunaan Kendaraan Listrik Berbasis Baterai. Gubernur berharap agar ke depannya alam Bali bisa menjadi bersih, tidak dihujani oleh kotoran asap dari pembangkit tenaga listrik batu bara dan juga kendaraan bermotor.